Sidoarjo – Pada Kamis, 7 November 2024, Zulmi Noor Hasani dan Dini Rahmania, anak dari terdakwa kasus korupsi Hasan Aminuddin, dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Kasus ini terkait dugaan korupsi gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan Puput Tantriana Sari, Bupati Probolinggo, dan suaminya, Hasan Aminuddin, yang juga merupakan anggota DPR RI.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), disebutkan bahwa perkara ini melibatkan aliran dana yang digunakan untuk pembelian tanah dan bangunan yang tidak sesuai dengan harga yang tercatat dalam akta jual beli. Total transaksi yang dilakukan oleh kedua terdakwa dan anak-anak mereka mencapai ratusan juta hingga milyaran rupiah, dengan tujuan untuk menyembunyikan asal usul harta kekayaan yang diduga hasil dari tindak pidana korupsi.
Zulmi Noor Hasani, yang merupakan kandidat Calon Bupati Probolinggo periode 2024-2029, dilibatkan dalam beberapa transaksi tanah yang melibatkan keluarganya. Salah satunya adalah pembelian tanah di Probolinggo yang tercatat di atasnamakan dirinya, namun dengan harga yang jauh lebih rendah dari nilai pasar. Pembelian tanah tersebut, bersama dengan transaksi lainnya yang disebutkan dalam dakwaan JPU, diduga merupakan bagian dari upaya untuk menyembunyikan aliran dana yang berasal dari tindak pidana korupsi.
Dini Rahmania, anak dari Hasan Aminuddin dan Dian Prayuni, juga disebutkan dalam dakwaan JPU sebagai pihak yang terlibat dalam pembelian tanah yang tercatat dengan harga yang lebih rendah dari nilai sesungguhnya. Pembelian tanah tersebut juga dilakukan dengan pembayaran tunai dan dilaporkan dengan kepemilikan atas nama Dini Rahmania. Hal ini mengindikasikan adanya tindakan untuk menyembunyikan asal usul uang yang digunakan dalam transaksi tersebut.
Pada persidangan ini, JPU KPK mengungkapkan bahwa kedua terdakwa, Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin, serta keluarga mereka diduga kuat telah menggunakan harta yang diperoleh melalui korupsi untuk membeli aset-aset berupa tanah dan bangunan. Jumlah total uang yang dipergunakan untuk transaksi tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp106 miliar, yang sebagian besar digunakan untuk pembelian tanah, kendaraan, dan bahkan polis asuransi serta emas.
Harta yang ditemukan oleh KPK terkait dengan kedua terdakwa ini menunjukkan adanya upaya untuk menyamarkan sumber kekayaan yang sebenarnya berasal dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Puput Tantriana Sari selama menjabat sebagai Bupati Probolinggo. Pada tahun 2013 hingga 2018, Puput diduga terlibat dalam pengelolaan anggaran daerah yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Dengan semakin terungkapnya bukti-bukti dan saksi yang dihadirkan dalam persidangan ini, kasus ini diperkirakan akan membawa dampak besar bagi keluarga terdakwa serta pemerintah daerah Probolinggo. Proses persidangan diharapkan dapat membongkar lebih lanjut jaringan korupsi yang melibatkan pejabat publik dan keluarga mereka, serta memberikan pelajaran bagi masyarakat mengenai pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. (Red/**)