Menyajikan Berita Berdasarkan Fakta
Sosbud  

Sufi Sang Penyair, Menyusuri Makna di Balik Dunia Fana

 

SURABAYA ( JATIM ), BIN.COMDi tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang sering kali penuh ambisi dan kebisingan, seorang penyair bernama Sufi menghadirkan makna hidup yang dalam melalui rangkaian bait puisi bertajuk Hidup di Alam Fana. Karya ini, dengan kelembutan bahasa yang ditulis, menyingkapkan pemaknaan hidup dalam bentuk ikhlas dan sabar, mengajak kita merenungkan keberadaan di dunia yang fana.

 

Puisi ini dibuka dengan suasana kelabu, yang menurut sang penyair merupakan simbol dari ketidakpastian dunia. Dengan penuh ketulusan, Sufi menuturkan perjalanannya menyusuri dunia yang “tak kekal tak abadi.” Ada pesan tentang rindu yang terselip, rasa yang ia titipkan di tiap langkah dalam menjalani hidup yang berwarna. “Langkah terayun syahdu,” tulisnya, mengisyaratkan keikhlasan dalam menempuh jalan yang terkadang tak mudah.

 

Di bait berikutnya, Sufi menggambarkan perjalanan hidupnya penuh ujian, “berjalan di atas duri dan batu.” Ia memilih sabar sebagai pelindung diri, meski luka yang ada terus terasa dan tak kunjung mereda. Sufi tak hanya sekadar menyampaikan emosi pribadi, tetapi seakan mengingatkan pembaca bahwa kesabaran adalah satu-satunya jalan untuk terus melangkah, seiring waktu yang terus berlalu.

 

Bagi Sufi, kehidupan di dunia hanyalah persinggahan sementara. Tak ada yang benar-benar abadi, dan karena itulah ia menjalaninya dengan tulus, “tanpa mengharap balasan nyata.” Ia memilih menghadapi segala badai yang datang dengan keteguhan hati. Kalimat ini memancarkan ketenangan jiwa seorang manusia yang telah belajar merelakan segala yang tak dapat ia kendalikan.

 

Menjelang akhir puisi, ketika senja mulai memudar, Sufi menggambarkan akhir perjalanan di dunia fana ini dengan penuh kelembutan. Doa liris yang ia bisikkan menjadi penutup yang memberi harapan; “esok kan ada pagi yang cerah.” Harapan ini mengandung keyakinan bahwa akan ada kehidupan abadi, tempat di mana akhirnya setiap jiwa yang sabar dan ikhlas dapat beristirahat.

 

Melalui Hidup di Alam Fana, Sufi sang penyair menorehkan makna mendalam tentang ketulusan, kesabaran, dan harapan. Bukan sekadar puisi, ini adalah renungan bagi kita semua yang hidup di dunia yang sementara, sebuah pengingat untuk tetap tegar di bawah langit kelabu yang tak abadi.

 

 

 

Hidup di Alam Fana

 

Di bawah langit kelabu, ku titipkan rindu,

Pada dunia yang fana, tak kekal tak abadi,

Hati berbisik, langkah terayun syahdu,

Merangkai ikhlas di tiap jejak yang dilewati.

 

Aku berjalan di atas duri dan batu,

Menahan luka yang tak pernah mereda,

Namun sabar ku dekap erat, meski berlalu waktu,

Seperti angin yang tak pernah jemu menyapa.

 

Bunga-bunga fana berguguran di depan mata,

Namun jiwa tak gentar, takkan binasa,

Meski dunia ini hanya persinggahan belaka,

Kujalani dengan tulus, tanpa mengharap balasan nyata.

 

Biar badai menggulung, biar mentari redup,

Langkah tak goyah, hati tetap berteguh,

Pada alam yang tak abadi, ku serahkan hidup,

Dalam ikhlas dan sabar, ku temukan jalan seteru.

 

Di akhir senja, ku bisikkan doa lirih,

Agar hati tetap lapang, tak risau pada yang lemah,

Karena aku tahu, esok kan ada pagi yang cerah,

Di alam baka yang abadi, ku berharap istirahat tanpa lelah.

 

Sufi Sang Penyair