**Tolbar, 23 November 2024** – Isu sengketa lahan di Desa Dongin, Kecamatan Toili Barat, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, kembali mengemuka, dengan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang melibatkan PLT Kepala Desa Dongin. Perkara ini bermula dari mediasi yang digelar pada 24 Oktober 2024 di Polres Banggai, yang melibatkan Roby A Naser sebagai pelapor, yang juga berprofesi sebagai wartawan, dan PLT Kades Dongin.
Menurut Tina Ria Pakaya, istri dari pelapor Roby A Naser, mediasi di ruang unit Tipikor Polres Banggai yang berlangsung pada jam 16.48, melibatkan permasalahan sengketa lahan antara masyarakat dan PLT Kades Dongin. Kasus ini dipicu oleh dua aduan polisi yang dilaporkan oleh Roby A Naser, yaitu terkait ujaran kebencian dan penghasutan, yang menurutnya berpotensi melanggar Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 tentang Hak Asasi Manusia.
Kronologi kejadian bermula ketika sebelumnya, masalah sengketa lahan yang melibatkan warga telah dimediasi oleh mantan PLT Kades Dongin, I Komang Suardita, SH, dan dilimpahkan ke tingkat Kecamatan Toili Barat. Namun, situasi berubah saat PLT Kades Dongin baru dilantik pada 29 Juli 2024, berdasarkan keputusan Bupati Banggai. Sejak pergantian tersebut, komunikasi antara PLT Kades Dongin dan masyarakat, serta BPD setempat, terhambat. Puncaknya, pada saat Roby A Naser mengajukan permintaan untuk melanjutkan mediasi masalah sengketa lahan, bukannya mendapat tindak lanjut, PLT Kades malah menyatakan dokumen terkait pajak dan kepemilikan lahan sebagai palsu.
Tina Ria Pakaya juga menjelaskan, bahwa setelah pemberitaan terkait SK pengangkatan PLT Kades Dongin yang dianggap melanggar Undang-Undang Pilkada, suaminya mendapat perlakuan yang merugikan. “Suami saya meminta agar mediasi sengketa lahan yang sudah dilimpahkan diselesaikan, namun alih-alih mendapat solusi, PLT Kades malah mengeluarkan pernyataan yang tidak berdasarkan hukum,” ujarnya.
Lebih jauh, Tina Ria menambahkan bahwa setelah beberapa kali mediasi yang tidak menunjukkan hasil yang jelas, bahkan sempat terjadi pemblokiran nomor telepon oleh PLT Kades Dongin terhadap media yang terus mengawal kasus ini. Hal ini menambah kecurigaan adanya diskriminasi terhadap hak warga negara, terutama terkait dengan hak untuk tinggal dan hidup di Indonesia yang dijamin dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tindak lanjut mediasi yang dilaksanakan pada 24 Oktober seharusnya menghasilkan kesepakatan damai, yang salah satunya menyepakati penyelesaian sengketa lahan milik warga yang dikenal sebagai Pak Jakir, serta pemberian sertifikat untuk kebutuhan anak dan keluarga. Namun, meskipun sudah disepakati, mediasi yang awalnya dijadwalkan pada hari Rabu ternyata dibatalkan tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas. Tindak lanjut yang disepakati akhirnya kembali tertunda hingga Selasa berikutnya dan terkesan mandek tanpa kepastian.
“PLT Kades Dongin diduga telah melanggar kesepakatan damai yang ditandatangani di hadapan penyidik Polres Banggai. Bahkan, hingga saat ini, penyelesaian sengketa tanah ini masih terbengkalai tanpa ada kejelasan dari pihak yang berwenang,” ungkap Tina Ria Pakaya.
Atas dasar dugaan pelanggaran HAM dan penyalahgunaan kewenangan ini, pihak Polres Banggai terus melakukan penyelidikan lebih lanjut. Sementara itu, meskipun PLT Kades Dongin telah dihubungi untuk memberikan tanggapan, hingga berita ini ditayangkan, yang bersangkutan belum memberikan klarifikasi terkait perkembangan mediasi dan kesepakatan yang dibuat di hadapan penyidik.
Dengan permasalahan yang semakin rumit, masyarakat berharap agar proses hukum berjalan dengan transparan dan memberikan keadilan kepada warga yang dirugikan dalam sengketa ini.
**Laporan: Redaksi Tim**