GRESIK ( JATIM ), BIN.COM – Tradisi ziarah ke Makam Buyut Hajat di Desa Karangrejo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, telah menjadi bentuk nyata dari kearifan lokal yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat setempat. Melalui tradisi ini, masyarakat tak hanya menghormati leluhur mereka tetapi juga menjaga nilai peduli dan kebersamaan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Makam Buyut Hajat telah lama dijadikan tempat bagi masyarakat yang ingin memanjatkan doa-doa, terutama ketika memiliki keinginan atau “hajat” tertentu. Menurut Maderi (53), seorang warga setempat, ziarah ini bukan hanya tentang berdoa di tempat keramat, melainkan juga mencerminkan harapan masyarakat bahwa doa mereka di tempat yang dianggap suci ini akan lebih didengar oleh Tuhan.
Tak berhenti di sana, saat hajat yang dimohonkan terkabul, masyarakat melanjutkan tradisi ini dengan mengadakan syukuran berupa makan bersama atau “kenduri” di sekitar makam. Fatimah (72) mengungkapkan bahwa tumpeng yang disediakan dalam acara syukuran ini dapat dinikmati oleh siapa saja, terutama mereka yang membutuhkan. “Banyak yang ikut makan itu bapak-bapak yang belum bekerja atau anak-anak. Ini juga sebagai bentuk sedekah kita untuk berbagi,” ujar Fatimah.
Dalam mencari sejarah Makam Buyut Hajat, H.Ach Syafi’i, mantan kepala desa sekaligus tokoh agama setempat, mengungkapkan bahwa makam ini diyakini merupakan peristirahatan Syeh Maulana Jailani, ulama besar dari Padang, Sumatera Barat, yang datang ke Karangrejo pada tahun 1001 untuk menyebarkan Islam. Jasa Syeh Maulana dianggap penting oleh masyarakat, yang menjadikan makam beliau sebagai tempat suci.
Tradisi ini tak hanya sekadar warisan budaya, tetapi juga merefleksikan kepercayaan yang hidup berdampingan dengan nilai agama Islam. Dalam perspektif psikolog Ratna Kusuma Dewi, M.Psi., Psikolog, nilai-nilai tradisi seperti ziarah ini membentuk kepercayaan dan rasa syukur yang mendalam pada masyarakat. Nilai ini menguatkan komunitas, yang lebih mementingkan makna berbagi daripada sekadar mengejar keberhasilan hajat.
Lebih jauh, tradisi makan bersama ini sejalan dengan tujuan global, terutama terkait Sustainable Development Goals (SDGs) tentang “Tanpa Kelaparan.” Masyarakat sekitar Makam Buyut Hajat tak hanya memanjatkan doa, tetapi juga menyajikan makanan untuk dinikmati siapa saja yang membutuhkan, menciptakan momen kebersamaan sekaligus upaya berbagi dengan sesama.
Di tengah arus zaman yang terus berubah, tradisi di Makam Buyut Hajat masih dilestarikan. Tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi menjadi sarana untuk terus mengingat jasa para leluhur, menumbuhkan rasa syukur, serta menjaga nilai kebersamaan dan peduli terhadap sesama.Oleh:Dina Islamah, S.Pd (Mahasiswa S2 Pendidikan Dasar FIP Unesa)Prof. Dr. Suryanti, M.Pd.Dr. Ganes Gunansyah, S.Pd., M.Pd.
Red***