RS KSH Bantah Tuduhan Malpraktik dan Siap Mediasi Keluarga

RS KSH Bantah Tuduhan Malpraktik dan Siap Mediasi Keluarga

Pati – Duka mendalam menyelimuti pasangan Rini dan Bambang, setelah kehilangan buah hati mereka pada 31 Maret lalu. Mereka menilai telah terjadi perlakuan tidak profesional saat sang anak dirawat di RS Keluarga Sehat Hospital (KSH), yang menurut mereka menyebabkan kematian si kecil. Dugaan malpraktik pun dilayangkan ke pihak kepolisian oleh keluarga korban.

Menurut penuturan keluarga, anak mereka sempat mengalami demam tinggi dan kejang-kejang. Dalam kondisi tersebut, mereka menyaksikan perawat melakukan penanganan dengan menekan dada anak menggunakan kedua tangan. Beberapa saat setelah tindakan itu, sang anak dinyatakan meninggal dunia.

Tak hanya itu, keluarga korban juga mengaku mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan saat hendak membawa pulang jenazah. Mereka merasa diintimidasi untuk segera melunasi biaya rumah sakit. Karena keterbatasan ekonomi, mereka akhirnya memberikan sepeda motor sebagai jaminan agar jenazah bisa dibawa pulang.

Kabar tersebut kemudian menyebar dan viral di media sosial, memunculkan simpati publik dan sorotan tajam terhadap pihak RS KSH. Menanggapi hal ini, pihak manajemen RS KSH akhirnya memberikan klarifikasi resmi pada Kamis, 11 April 2025.

“Sejak pasien datang hingga kepulangannya, kami sudah memberikan pelayanan yang terbaik dan sesuai dengan prosedur. Kami juga siap mengikuti proses yang sedang berjalan dari pihak keluarga. Yang pasti, kami tetap membuka komunikasi dan siap menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan,” ujar Ahmaf Roihan, Kepala Divisi Duty RD RS KSH kepada awak media.

Terkait dengan sepeda motor yang dijadikan jaminan, Roihan menyebut hal itu bukan bentuk penahanan, melainkan bentuk itikad baik dari keluarga. “Sepeda motor dititipkan ke kami. Kalau pihak keluarga ingin mengambil, tidak ada masalah asalkan menunjukkan identitas yang jelas,” katanya.

RS KSH juga mengaku telah menawarkan solusi berupa skema pelunasan angsuran terhadap sisa biaya yang masih harus dibayar keluarga korban. Jumlahnya mencapai Rp15 juta. “Kami sudah duduk bersama dan membicarakan pembaruan surat pengakuan hutang. Apakah akan diangsur atau dibayar dengan cara lain, kami terbuka untuk berdiskusi. Bahkan jika ingin mengajukan keringanan, tentu ada prosedurnya,” tambah Roihan.

Namun demikian, pihak keluarga korban melalui Ika—kakak dari ibu korban—mengatakan bahwa mediasi yang telah dilakukan belum memberikan hasil yang memuaskan. Mereka berharap bisa bertemu langsung dengan jajaran direksi rumah sakit yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan.

“Kami ini keluarga kurang mampu. Kami cuma ingin ada keringanan, dan jika itu diberikan, kami anggap masalah selesai. Tapi kalau pertemuan hanya dengan perwakilan yang tidak bisa ambil keputusan, tentu kami bingung. Kami harap jika ada mediasi lagi, pihak direksi hadir dan memberikan keputusan yang jelas,” ujar Ika usai mediasi yang didampingi tim LSM MPK dan LSBHI Bima Sakti.

Hingga kini, proses hukum terkait dugaan malpraktik masih bergulir. Sementara itu, publik menanti apakah mediasi akan menemukan titik temu antara pihak rumah sakit dan keluarga korban, demi keadilan dan kemanusiaan.

(Edi D/Tim. baistnews.com/**)

Pos terkait