Proses Hukum Dugaan Korupsi Kalidandan Probolinggo, Papdesi dan LSM Bersitegang

Proses Hukum Dugaan Korupsi Kalidandan Probolinggo, Papdesi dan LSM Bersitegang

Probolinggo – Ramainya perbincangan publik terkait laporan balik yang dilakukan Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) Kabupaten Probolinggo terhadap LSM KPK Nusantara, menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Kasus ini bermula dari laporan LSM KPK Nusantara yang menyoroti adanya dugaan tindak pidana korupsi di Desa Kalidandan, Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo, terus dilaporkan secara resmi ke kejaksaan, pada 20 Mei 2025 lalu. Laporan tersebut kemudian diberitakan oleh sejumlah media online dan belakangan viral di media sosial.

Papdesi menilai pemberitaan tersebut mencoreng nama baik pemerintahan desa sehingga melaporkan balik ke Polres Probolinggo dengan tuduhan pencemaran nama baik. Namun, langkah ini justru memunculkan perdebatan, lantaran laporan awal LSM tidak menyebut nama individu pejabat, melainkan lembaga pemerintahan desa secara umum.

Kuasa hukum yang kerap diminta konsultasi oleh LSM dan media di Probolinggo, Kikis Mukisah, S.Pd., S.H., M.H., & Rekan, memberikan pandangan hukum terkait polemik ini. Menurutnya, laporan balik Papdesi masih terlalu prematur untuk dilakukan, sebab laporan awal LSM ke kejaksaan hingga kini masih dalam proses.

“Polres memang wajib menerima setiap laporan. Namun, apakah laporan itu bisa diproses lebih lanjut atau dihentikan, ada mekanisme hukum yang jelas. Selama laporan LSM mengenai dugaan korupsi masih diproses kejaksaan, tidak bisa serta merta dilaporkan balik dengan dalih pencemaran nama baik,” ujarnya saat ditemui, Senin (25/8/2025).

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa dasar hukum bagi LSM maupun masyarakat yang melaporkan dugaan tindak pidana korupsi sudah jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara.

Dalam Pasal 2 Bab II disebutkan, masyarakat baik secara individu maupun yang tergabung dalam organisasi, termasuk LSM dan media massa, memiliki hak untuk:
a. mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara;
b. memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara;
c. menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan;
d. memperoleh jawaban atas pertanyaan kepada penyelenggara negara;
e. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan hak-hak tersebut.

“Artinya, LSM yang melaporkan dugaan korupsi sudah memiliki landasan hukum yang kuat. Bahkan, warga biasa pun dilindungi bila melaporkan dugaan korupsi. Jadi, tidak bisa serta merta dikatakan sebagai pencemaran nama baik,” tegas Kikis.

“Jangankan itu lembaga yang melaporkan, perseorangan saja mas jika ada seseorang atau warga negara atau lembaga atau lembaga swadaya masyarakat yang melaporkan adanya indikasi tidak pidana korupsi maka sampai terjadi proses peradilan maka mereka akan diberikan hadiah atau penghargaan itu sudah tertuang di PP nomor 71 tahun 2000 loh mas, jelasnya.

Tak hanya itu, ia juga menyinggung klaim dari kuasa hukum Papdesi yang menyatakan bahwa pers harus terdaftar di Dewan Pers agar sah secara hukum. Menurutnya, kita harus mengetahui regulasi UU Pers.

“UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menyebut kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Tidak ada kewajiban media harus terdaftar di Dewan Pers untuk sah secara hukum. Dewan Pers hanya berfungsi mendata dan membina, bukan lembaga perizinan,” jelasnya.

Pasal 4 ayat (1) UU Pers menegaskan: “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.” Sedangkan Pasal 11 hanya mewajibkan perusahaan pers mengumumkan identitas penanggung jawab secara terbuka.

Dengan demikian, menurutnya, baik LSM maupun media yang memberitakan laporan dugaan korupsi tidak dapat serta merta dikriminalisasi. “Sekalipun laporan LSM nantinya dinyatakan kurang bukti, mereka tetap tidak bisa dilaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik. Karena pijakan hukum mengenai peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi sudah sangat jelas,” pungkasnya.

Polemik ini dipastikan masih akan berlanjut, namun publik berharap agar aparat penegak hukum mampu bersikap profesional dengan mengedepankan aturan yang berlaku, bukan sekadar tekanan dari pihak-pihak tertentu.

(Edi D/Tim/Red/**)

Pos terkait