Kapolres Tulungagung Dan Jajarannya Bungkam Terkait Maraknya Judi Terbuka Di Desa Selorejo

Kapolres Tulungagung Dan Jajarannya Bungkam Terkait Maraknya Judi Terbuka Di Desa Selorejo

TULUNGAGUNG – Ketika masyarakat mendesak keadilan dan penegakan hukum atas maraknya praktik perjudian di Desa Selorejo, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, sikap institusi Polres Tulungagung justru menimbulkan tanda tanya besar. Upaya klarifikasi yang dilakukan oleh tim investigasi kepada Kapolres Tulungagung, Kasat Reskrim, hingga anggota Pidum, berakhir tanpa jawaban. Seluruh pejabat yang dikonfirmasi memilih diam—bungkam, tanpa penjelasan sedikit pun.

Sikap pasif ini kian menguatkan dugaan publik bahwa aparat penegak hukum tengah membiarkan praktik perjudian berlangsung secara terbuka, seolah tanpa kendali. Di saat masyarakat mengeluh dan media menyuarakan fakta di lapangan, tidak ada satu pun pernyataan resmi, apalagi tindakan tegas, yang ditunjukkan oleh institusi yang seharusnya berdiri di garda depan penegakan hukum.

“Diamnya mereka adalah sinyal paling jelas bahwa ada yang tidak beres. Kalau memang tak ada pembiaran, kenapa tidak ada penjelasan apa pun?” kata seorang warga Selorejo yang ditemui di lokasi.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, aktivitas sabung ayam dan dadu kopyok di Desa Selorejo bukan hanya berlangsung secara rutin, tapi juga dilakukan terang-terangan. Sosok bernama “Pak Co” disebut-sebut sebagai otak utama dari perjudian ini, mengelola perputaran uang dalam jumlah besar di sebuah arena semi permanen yang tidak tersentuh aparat.

Lebih dari sekadar pelanggaran hukum, aktivitas ini telah merusak nilai sosial dan moral masyarakat sekitar. Anak-anak menyaksikan perjudian secara langsung, lingkungan menjadi tidak aman, dan warga hidup dalam bayang-bayang intimidasi sosial. Namun ironisnya, pihak kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, justru tidak menunjukkan itikad apa pun untuk bertindak.

“Kami sudah tidak percaya lagi. Kalau Polres saja diam, ke mana lagi kami harus mengadu?” ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada kecewa.

Keengganan Kapolres dan jajaran untuk memberikan keterangan kepada media bukan hanya bentuk ketidaktransparanan, tetapi juga menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di wilayah Tulungagung. Di tengah derasnya tuntutan reformasi dan profesionalisme institusi Polri, tindakan membiarkan atau bahkan terkesan menutup-nutupi praktik pelanggaran hukum adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.

Pasal 303 KUHP tentang perjudian sangat jelas mengatur pidana maksimal 10 tahun bagi penyelenggara dan pihak yang terlibat. Namun di Selorejo, pasal tersebut seolah tidak memiliki relevansi.

Kini, publik menanti—bukan sekadar pernyataan, tapi aksi nyata.

Jika Polres Tulungagung tidak mampu atau tidak mau bertindak, maka wajar jika masyarakat mulai bertanya: siapa yang sesungguhnya mereka lindungi?

Ini adalah ujian serius bagi Kapolres Tulungagung dan seluruh jajaran. Setiap detik pembiaran adalah luka bagi keadilan. Dan bila pembiaran ini terus berlanjut, jangan salahkan masyarakat jika akhirnya mereka mengambil langkah sendiri. Karena ketika hukum diam, rakyat pun bisa bersuara dengan caranya sendiri.

(TIM INVESTIGASI KHUSUS)

Pos terkait