Jakarta — Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kembali menunjukkan komitmen seriusnya dalam memberantas praktik judi online yang kian meresahkan masyarakat. Dalam pengungkapan terbaru yang mengejutkan, Polri berhasil membongkar jaringan judi online dengan nilai transaksi yang fantastis mencapai Rp530 miliar, dan menetapkan dua tersangka utama yang kini dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Pol Wahyu Widada, dalam konferensi persnya menyampaikan bahwa dua orang tersangka berinisial OHW dan H ditetapkan setelah penyidik menemukan bukti kuat terkait aktivitas ilegal tersebut. Keduanya diduga membentuk perusahaan cangkang yang dijadikan sebagai sarana untuk menampung dan mengelola dana hasil transaksi situs-situs judi online.
“Dari hasil pengungkapan ini, Polri menyita total aset senilai Rp530 miliar. Aset tersebut meliputi dana di 22 rekening bank sebesar Rp250 miliar, surat berharga negara senilai Rp276 juta, empat unit kendaraan mewah, serta 197 rekening dari delapan bank berbeda yang saat ini telah diblokir,” jelas Komjen Wahyu Widada.
Modus Canggih dan Terstruktur, Libatkan Teknologi Digital
Modus operandi yang digunakan kedua tersangka sangat terstruktur dan kompleks. Dana hasil perjudian tidak langsung digunakan untuk konsumsi atau investasi, melainkan diputar melalui mekanisme layering, yaitu pemindahan dana secara berlapis melalui berbagai jalur transaksi untuk menyamarkan asal-usulnya.
Tidak hanya itu, tersangka juga memanfaatkan teknologi digital untuk memperkuat kamuflase dana ilegal tersebut, mulai dari sistem payment gateway, QRIS, hingga penggunaan mata uang kripto (cryptocurrency).
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar.
Judi Online Menjadi Ancaman Serius bagi Semua Kalangan
Komjen Wahyu menekankan bahwa fenomena judi online bukan lagi perkara ringan. Polri mencatat bahwa praktik ini telah menyasar berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga aparat negara.
“Banyak pelaku yang terjerat karena ketergantungan. Meskipun nominal taruhan tidak besar, frekuensi transaksinya tinggi dan menunjukkan adanya kecanduan serta tekanan ekonomi yang signifikan,” tegas Wahyu.
Ia menambahkan bahwa judi online kini telah menjadi masalah sosial yang mendalam, bukan sekadar pelanggaran hukum biasa. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan harus bersifat komprehensif dan lintas sektor.
Kolaborasi Lintas Lembaga Diapresiasi
Dalam proses penyelidikan kasus ini, Polri tidak berjalan sendiri. Komjen Wahyu menyampaikan apresiasi kepada sejumlah lembaga seperti Kemenko Polhukam, Kominfo, Kejaksaan Agung, PPATK, dan OJK, yang telah memberikan dukungan penuh dalam pengungkapan jaringan ini.
“Kolaborasi lintas lembaga ini adalah langkah strategis dalam perang panjang melawan perjudian online. Ini bukan akhir, melainkan awal dari tindakan besar untuk membersihkan dunia maya dari kejahatan terorganisir,” ujar Wahyu.
Seruan kepada Masyarakat dan Peran Penting Keluarga
Tak lupa, Polri juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah tergoda oleh iming-iming kekayaan instan dari judi online. Terutama kepada orang tua, Wahyu mengajak agar lebih peka terhadap aktivitas digital anak-anak mereka.
“Generasi muda kita saat ini sedang menjadi sasaran promosi situs judi. Peran keluarga sangat krusial dalam membentengi mereka dari pengaruh negatif dunia digital,” tutupnya.
Polri menegaskan bahwa penindakan terhadap judi online akan terus digencarkan, dan pihaknya tidak segan untuk menindak siapa pun yang terlibat — tanpa pandang bulu. Dengan semangat kolaboratif dan komitmen bersama, diharapkan ruang digital Indonesia dapat kembali bersih dari kejahatan yang menggerogoti masa depan bangsa.
(Edi D/Red)