Banggai – Kasus dugaan korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) yang menyeret Kepala Desa Nipa Kalemoa, Kecamatan Bualemo, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, menjadi perbincangan hangat. Bahkan, isu ini telah menyebar hingga ke Jember, Jawa Timur. Seorang warga Jember, berinisial SJ, menghubungi redaksi media Patrolihukum.net untuk menanyakan perkembangan kasus ini dan mendesak agar kepala desa tersebut segera ditindak tegas oleh aparat penegak hukum (APH).
Warga tersebut mengaku mengetahui berita tersebut dari kerabatnya dan merasa penasaran dengan kelanjutan kasusnya. “Min, gimana kasus Kades Kalemoa ini ada kelanjutannya nggak? Saya dikirimi link berita ini sama saudara saya. Kalau benar yang dimaksud berita itu Kades Nipa Kalemoa yang orang Bali, berarti benar itu kades kami. Wihh, semoga kalau memang benar-benar korupsi, segera ditangkap. Keluarga saya banyak yang kena imbas gara-gara nggak setuju dengan dana yang nggak transparan,” tulisnya dalam pesan WhatsApp.
Berdasarkan investigasi awal yang dilakukan oleh media ini, terdapat dugaan ketidaksesuaian penggunaan anggaran dalam pengadaan alat bantu tanam jagung. Dari pagu anggaran sebesar Rp 119.982.800 yang berasal dari ADD tahun 2023, hanya terealisasi pembelian 30 unit alat bantu tanam jagung dengan harga per unit Rp 2.165.000. Jika dikalkulasikan, total belanja yang terealisasi hanya sebesar Rp 64.950.000.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, karena masih terdapat selisih anggaran sebesar Rp 55.032.800 yang tidak jelas peruntukannya. Warga dan beberapa sumber yang mengetahui dugaan penyimpangan ini meminta agar APH, khususnya unit Tipikor Polres Banggai, segera bertindak dan menyelidiki kasus ini lebih dalam.
“Sisa anggaran itu seharusnya dikembalikan ke kas desa. Jika tidak, maka patut diduga Kades Nipa Kalemoa telah melakukan tindakan korupsi dengan menyalahgunakan dana desa untuk kepentingan pribadi. Kami mendesak aparat segera memproses kasus ini dan jika terbukti, langsung penjarakan. Jangan ada kompromi atau penyelesaian dengan pengembalian dana, karena itu tidak akan memberikan efek jera bagi para koruptor,” tegas salah satu warga.
Upaya konfirmasi kepada Kades Nipa Kalemoa dilakukan melalui panggilan telepon. Dalam tanggapannya, kepala desa tersebut menyatakan bahwa harga alat bantu tanam jagung memang sebesar Rp 2.165.000 per unit, termasuk PPN dan PPh. Namun, ketika dikonfirmasi lebih lanjut terkait selisih anggaran, Kades justru enggan memberikan penjelasan rinci dan malah mengajak awak media untuk bertemu langsung di kantor desa.
“Sikap seperti ini justru semakin menimbulkan tanda tanya. Mengapa tidak bisa menjelaskan secara transparan melalui telepon? Ada apa sebenarnya? Jangan sampai ini menjadi indikasi bahwa ada sesuatu yang ditutupi,” ungkap salah satu sumber yang ikut menyoroti kasus ini.
Warga juga mencurigai bahwa Kades Nipa Kalemoa merasa memiliki perlindungan dari pihak tertentu sehingga berani bersikap seolah kebal hukum. Oleh karena itu, desakan kepada APH untuk segera melakukan pemeriksaan khusus semakin menguat.
“Jika memang ada dugaan korupsi, maka hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jangan sampai uang negara dikorupsi dan pelakunya bebas begitu saja. Kami ingin ada keadilan dan transparansi dalam pengelolaan dana desa,” tandas salah satu warga yang meminta agar kasus ini segera diproses lebih lanjut.
Kasus dugaan korupsi ADD di Desa Nipa Kalemoa kini telah menarik perhatian publik, bahkan hingga ke luar daerah. Dengan tekanan dari berbagai pihak, diharapkan aparat penegak hukum segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengusut tuntas permasalahan ini.
Warga berharap, jika terbukti ada pelanggaran, maka tindakan tegas berupa hukuman pidana harus diberikan, bukan sekadar pengembalian uang negara. Langkah ini diperlukan agar dapat memberikan efek jera dan mencegah praktik korupsi di tingkat desa yang semakin marak terjadi.
(Tim Investigasi Gabungan/*”)